Deposito
Mudharabah
Secara umum, bank
adalah lembaga yang melaksanakan tiga fungsi utama, yaitu menerima simpanan
uang, meminjamkan uang, dan memberikan jasa pengiriman uang. Didalam sejarah
perekonomian umat Islam, pembiayaan yang dilakukan dengan akad yang sesuai
syari’ah telah menjadi bagian dari tradisi umat Islam sejak zaman Rasulullah
SAW. Praktik-praktik seperti menerima titipan harta, meminjmkan uang untuk
kepentingan konsumsi, dan untuk keperluan bisnis, serta melakukan pengiriman
uang, telah lazim dilakukan sejak zaman Rasulullah SAW. Dengan demikian
fungsi-fungsi utama perbankan modern, yaitu menerima deposit, menyalurkan dana,
dan melakukan transfer dana telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari
kehidupan umat Islam, bahkan sejak zaman Rasulullah SAW.[2]
Sebagaimana yang telah
dikatakan diatas bahwa fungsi bank tidak hanya sebagai penyalur dana, akan
tetapi fungsi bank juga sebagai lembaga penghimpun dana dari masyarakat, di
mana penghimpunan dana tersebut dapat berbentuk giro, tabungan, dan deposito
dengan menggunakan prinsip Wadhi’ah dan Mudharabah.
Dalam hal deposito,
bank syari’ah menerapkan akad Mudharabah. Seperti dalam tabungan, dalam hal ini
nasabah (deposan) bertindak sebagai shahibull mal dan bank selaku mudharib.
Dalam akad ini disyaratkan adanya tenggang waktu, bahkan dalam deposito
terdapat pengaturan waktu, seperti 30 hari, 90 hari, dan seterusnya, adanya
tenggang waktu antara penyetoran dan penarikan dimaksudkan agar dana yang
didepositokan tersebut dapat diputarkan.
Pembahasan
1. Dasar Hukum Deposito Syari’ah
Terjemahan :
“Dan hendaklah takut
kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka
anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka.
oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka
mengucapkan perkataan yang benar.” (Q.S. an-Nisaa’:9)
Terjemahan :
“Sesungguhnya Allah
menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh
kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan
adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu.
Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha Melihat.” (Q.S. an-Nisaa’ :
58 )
Terjemahan :
“Apakah ada salah
seorang di antaramu yang ingin mempunyai kebun kurma dan anggur yang mengalir
di bawahnya sungai-sungai; dia mempunyai dalam kebun itu segala macam
buah-buahan, Kemudian datanglah masa tua pada orang itu sedang dia mempunyai
keturunan yang masih kecil-kecil. Maka kebun itu ditiup angin keras yang
mengandung api, lalu terbakarlah. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya
kepada kamu supaya kamu memikirkannya.” (Q.S. al-Baqarah : 266)
Artinya :
“Jika kamu dalam
perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh
seorang penulis, Maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). akan tetapi jika
sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, Maka hendaklah yang dipercayai
itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah
Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. dan
barangsiapa yang menyembunyikannya, Maka Sesungguhnya ia adalah orang yang
berdosa hatinya; dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Q.S.
al-Baqarah : 283)
Terjemahan :
“Abu hurairah
meriwayatkan bahwa Rasulluh SAW. Bersabda, “sampaikanlah (tunaikanlah) amanat
kepada yang berhak menerimanya dan jangan membalas khianat kepada orang yang
telah mengkhianatimu.” ( HR Abu Dawud dan menurut Tirmidzi hadits ini hasan,
sedangkan Imam Hakim mengategorikannya sahih)[3]
2. Pengertian Deposito
Berdasarkan
undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perubahan atas undang-undang nomor 7
tahun 1992 tentang perbankkan, yang dimaksud deposito berjangka adalah simpanan
yang penarikannya hanya bias dilakukan pada waktu-waktu tertentu menurut
perjanjian antara penyimpan dengan bank yang bersangkutan.[4] Sedangkan yang
dimaksud dengan deposito syari’ah adalah deposito yang dijalankan berdasarkan
prinsip syari’ah. Dalam hal ini dewan syari’ah nasional MUI telah mengeluarkan
fatwa yang menyatakan bahwa deposito yang dibenarkan adalah deposito yang
berdasarkan prinsip mudharabah.[5]
Deposito adalah
simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu
berdasarkan perjanjian antara nasabah penyimpan dengan bank. Dalam deposito
mudharabah, simpanan berupa investasi tidak terikat oleh pihak ketiga yang
berhubungan dengan bank syari’ah. Penarikan deposito hanya dapat dilakukan pada
waktu tertentu berdasarkan perjanjian antara nasabah pemilik dana (Shahibil
Maal) dengan bank (Mudharib) sebagai pengelola dana. Pembagian hasil sesuai
dengan nisbah yang telah disepakati bersama, namun bank sebagai mudharib tidak
menjamin dana nasabah kecuali diatur lain dalam perundang-undangan yang
berlaku.[6]
Dalam kapasitasnya
sebagai mudharib, bank syari’ah dapat melakukan berbagai macam usaha yang tidak
bertentangan dengan prinsip syari’ah serta mengembangkannya, termasuk melakukan
akad mudharabah dengan pihak ketiga. Dengan demikian, bank syari’ah dalam
kapasitasnya sebagai mudharib memiliki sifat sebagai seorang wali amanah
(trustee), yakni harus berhati-hati atau bijaksana serta beri’tikad baik dan
bertanggung jawab atas segala sesuatu yang timbul akibat kesalahan atau
kelalaiannya. Disamping itu, bank syari’ah juga bertindak sebagai kuasa dari
usaha bisnis pemilik dana yang diharapkan dapat memperoleh keuntungan seoptimal
mungkin tanpa melanggar berbagai aturan syari’ah.
Dari hasil pengelolaan
dana mudharabah, bank syari’ah akan membagi hasilkan kepada pemilik dana sesuai
dengan nisbah yang telah disepakati dan dituangkan dalam akad pembukaan
rekening. Dalam mengelola dana tersebut bank tidak bertanggungjawab terhadap
kerugian yang bukan disebabkan oleh kelalaiannya. Namun, apabila yang terjadi
adalah mismanagement (salah urus), bank bertanggung jawab penuh terhadap
kerugian tersebut.[7]
3. Bentuk-Bentuk Mudharabah Dalam Deposito
Berdasarkan kewenangan
yang diberikan oleh pihak pemilik dana, terdapat dua bentuk mudharabah, yakni :
a. Mudharabah Mutlaqah (Unrestricted
Investment Account, URIA)
Dalam deposito
mudharabah mutlaqah (URIA), pemilik dana tidak memberikan batasan atau
persyaratan tertentu kepada bank syari’ah dalam mengelola investasinya, baik
yang berkaitan dengan tempat, cara, maupun objek investasinya. Dengan kata
lain, bank syari’ah mempunyai hak dan kebebasan sepenuhnya dalam
menginvestasikan dana URIA ini ke berbagai sektor bisnis yang diperkirakan akan
memperoleh keuntungan.
Dalam menghitung bagi
hasil deposito mudharabah mutlaqah (URIA), basis perhitungan adalah hari bagi
hasil sebenarnya, termasuk tanggal tutup buku, namun tidak termasuk tanggal
pembukaan deposito Mudharabah mutlaqah (URIA) dan tanggal jatuh tempo.
Sedangkan jumlah hari dalam sebulan yang menjadi angka penyebut atau angka
pembagi adalah hari kalender bulan yang bersangkutan (28 hari, 29 hari, 30
hari, 31 hari).[8] Ketentuan umum dalam produk ini adalah :[9]
a. Bank wajib memberitahukan kepada pemilik
dana mengenai nisbah dan tata cara pemberitahuan keuntungan atau pembagian
keuntungan secara resiko yang dapat ditimbulkan dari penyimpanan dana. Apabila
telah tercapai kesepakatan, maka hal tersebut harus dicantumkan dalam akad.
b. Untuk mudharabah, bank dapat memberikan
buku tabungan sebagai bukti penyimpanan, serta kartu ATM atau alat penarikan
lainnya kepada penabung. Untuk deposito mudharabah, bank wajib memberikan
sertifikat atau tanda penyimpanan (bilyet) deposito kepada deposan.
c. Tabungan mudharabah dapat diambil setiap
saat oleh penabung sesuai dengan perjanjian yang disepakati, namun tidak
diperkenankan mengalami saldo negatif.
d. Deposito mudharabah hanya dapat dicairkan
sesuai dengan jangka waktu yang telah disepakati. Deposito yang diperpanjang,
setelah jatuh tempo akan diperlakukan sama seperti deposito baru, tetapi bila
pada akad sudah dicantumkan perpanjangan otomatis maka tidak perlu dibuat akad
baru.
e. Ketentuan-ketentuan yang berkaitan
dengan tabungan dan deposito tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan
prinsip syari’ah.
b. Mudharabah Muqayyadah (Restricted
Invesment Account, RIA)
Berbeda halnya dengan
deposito mudharabah mutlaqah (URIA), dalam deposito Mudharabah Muqayyadah
(RIA), pemilik dana memberikan batasan atau persyaratan tertentu kepada bank
syari’ah dalam mengelola investasinya baik yang berkaitan dengan tempat, cara,
maupun objek investasinya. Dengan kata lain, bank syari’ah tidak mempunyai hak
dan kebebasan sepenuhnya dalam menginvestasikan dana RIA ini keberbagai sector
bisnis yang diperkirakan akan memperoleh keuntungan.
Dalam menggunakan dana
deposito mudharabah muqayyadah (RIA) ini, terdapat dua metode yakni :[10]
a. Cluster Pool of Fund : yaitu penggunaan
dana untuk beberapa proyek dalam suatu jenis industri bisnis, pembayaran bagi
hasil deposito mudharabah muqayyadah (RIA) dilakukan secara bulanan, tri wulan,
semesteran atau periodisasi lain yang disepakati.
b. Specific Product : yaitu penggunaan dana
untuk suatu proyek tertentu, pembayaran bagi hasil disesuaikan dengan arus kas
proyek yang dibiayai.
Dalam menggunakan dana
deposito mudharabah muqayyadah (RIA) ini, terdapat dua jenis yakni:[11]
a. Mudharabah RIA on balance sheet : jenis
mudharabah ini merupakan simpanan khusus (restricted investment) dimana pemilik
dana dapat menetapkan syarat-syarat tertentu yang harus dipatuhi oleh bank.
Karakteristik jenis simpanan ini adalah sebagai berikut :
1) Pemilik dana wajib menetapkan
syarat-syarat tertentu yang harus diikuti oleh bank dan wajib membuat akad yang
mengatur persyaratan penyeluran dana simpanan khusus.
2) Bank wajib memberitahukan kepada pemilik
dana mengenai nisbah dan tata cara pemberitahuan keuntungan atau pembagian
keuntungan secara resiko yang dapat ditimbulkan dari penyimpanan dana.
3) Sebagai tanda bukti simpanan bank
menerbitkan bukti simpanan khusus. Bank wajib memisahkan dana ini dari rekening
lainnya.
4) Untuk deposito mudharabah, bank wajib
memberikan sertifikat atau tanda penyimpanan (bilyet) deposito kepada deposan.
b. Mudharabah RIA of balance sheet: jenis
mudharabah ini merupakan penyaluran dana mudharabah langsung kepada pelaksana
usahanya, dimana bank bertindak sebagai perantara (arranger) yang mempertemukan
antara pemilik dana dengan pelaksana usaha. Karakteristik jenis simpanan ini
adalah sebagai berikut :
1) Sebagai tanda bukti simpanan, bank
menerbitkan bukti simpanan khusus. Bank wajib memisahkan dana dari rekening
lainnya. Simpanan khusus dicatat pada pos tersendiri dalam rekening
administrative.
2) Dana simpanan khusus harus disalurkan
secara langsung kepada pihak yang diamanatkan oleh pemilik dana.
3) Bank menerima komisi atas jasa
mempertemukan kedua pihak. Sedangkan antara pemilik dana dan pelaksana usaha
berlaku nisbah bagi hasil.
4. Deposito Menurut Pandangan Islam
Ekonomi/perbankkan
merupakan kajian muamalah, maka Nabi Muhammad SAW. Tentunya tidak memberikan
aturan-aturan yang rinci mengenai masalah ini. Al-Qur’an dan As-Sunnah hanya
memberikan prinsip-prinsip dan filosofi dasar, dan menegaskan larangan-larangan
yang harus dijauhi. Dengan demikian yang harus dilakukan hanyalah
mengidentifikasi hal-hal yang dilarang oleh Islam. Selain itu, semua
diperbolehkan dan kita dapat melakukan inovasi dan kreatifitas sebanyak mungkin.[12]
Dalam hal perbankkan
dan produknya salah satunya titipan dan deposito, pada dasarnya telah dilakukan
sejak zaman Rasulullah SAW. Sebagai contoh pada saat Nabi SAW. Dipercaya
masyarakat mekah menerima simpanan harta, sehingga pada saat terakhir sebelum
hijrah ke Madinah, Nabi meminta kepada Ali bin Abi Thalib untuk mengembalikan
semua titipan tersebut kepada para pemiliknya.[13]
Menabung adalah
tindakan yang dianjurkan dalam Islam, karena dengan menabung berarti seorang
muslim mempersiapkan diri untuk pelaksanaan masa yang akan datang sekaligus
untuk menghadapi hal-hal yang tidak diinginkan. Dalam terdapat ayat-ayat secara
tidak langsung telah memerintahkan kaum muslimin untuk mempersiapkan hari esok
secara lebih baik. Sebagaimana Al-Qur’an menjelaskan dalam surat al-Hasyr ayat
18 sebagai berikut:
Terjemahan :
“Hai orang-orang yang
beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa
yang Telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada
Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
(Q.S. al-Hasyr : 18)
Selain itu Allah
berfirman didalam Al-Qur’an an-nisaa’ ayat 9 dan al-Baqarah ayat 266 yang telah
tercantum di atas, dapat terlihat bahwa kedua ayat tersebut memerintahkan kita
untuk bersiap-siap dan mengantisipasi masa depan keturunan, baik secara rohani
(iman atau taqwa) maupun secara ekonomi harus difikirkan langkah-langkah
perencanaannya, salah satu langkah perencanaannya adalah dengan menabung.[14]
Dalam hadits Nabi SAW.
Banyak disebutkan tentang sikap hemat, Nabi SAW memuji sikap hemat sebagai
suatu sikap yang diwarisi oleh para Nabi sebelumnya, hal yang perlu
diperhatikan adalah bahwa bersikap hemat tidak berarti harus kikir dan bakhil.
Ada perbedaan besar antara hemat dan kikir atau bakhil. Hemat berarti membeli
untuk keperluan tertentu secukupnya dan tidak berlebihan. Ia tidak akan membeli
atau mengeluarkan uang kepada hal-hal yang tidak perlu. Adapun kikir dan bakhil
adalah sikap yang terlalu menahan dari belanja sehingga untuk keperluan sendiri
yang pokok pun sedapat mungkin ia hindari, apalagi memberikan kepada orang
lain. Dengan kata lain ia berusaha agar uang yang dimilikinya tidak
dikeluarkannya tetapi berupaya agar orang lain memberikan uang kepadanya. Ia
akan terus menyimpan dan menumpuknya.[15]
Kesimpulan
Dari uraian di atas
maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :
1. Deposito adalah simpanan yang
penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian
antara nasabah penyimpan dengan bank.
2. deposito syari’ah adalah deposito yang
dijalankan berdasarkan prinsip syari’ah. Dalam hal ini dewan syari’ah nasional
MUI telah mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa deposito yang dibenarkan
adalah deposito yang berdasarkan prinsip mudharabah.
3. Berdasarkan kewenangan yang diberikan
oleh pihak pemilik dana, terdapat dua bentuk mudharabah, yakni :
a. Mudharabah Mutlaqah (Unrestricted
Investment Account, URIA)
b. Mudharabah Muqayyadah (Restricted
Invesment Account, RIA)
Menurut hukum Islam,
mengenai deposito diperbolehkan selama tidak bertentangan dengan syari’at Islam
atau deposito yang dilaksanakan berdasarkan prinsip syari’ah, mengingat banyak
ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadits Nabi yang menjelaskan mengenai persiapan di hari
mendatang, dan kegiatan-kegiatan perbankkan yang sebenarnya telah dilaksanakan
pada zaman Rasulullah SAW.
Editing Text By:
Rachmad Aqsa, S.H.I.
Tanpa ada perubahan,
sesuai dengan aslinya..
Pada produk dana
misalnya, bank syariah menawarkan, tabungan, giro dan deposito, dengan skema titipan (wadiah)
dan penyertaan (mudharabah).
Untuk skema titipan (
Wadiah ) bank akan memberikan bonus dari pengelolaan dana kepada nasabah,
sedangkan melalui skema penyertaan (mudharabah),bank syariah akan memberikan bagi-hasil dari keuntungan
yang diperoleh sesuai dengan porsi (nisbah) yang telah disepakati.
Skema titipan
diterapkan bank syariah untuk produk giro dan tabungan, sedangkan skema
penyertaan diterapkan pada produk
deposito dan beberapa jenis tabungan.
Selain pilihan dari
sisi skema akad, bank syariah juga memberikan pilihan produk penempatan dana
sesuai dengan kebutuhan. Misalnya, untuk memenuhi kebutuhan perencanaan
haji/umroh, bank syariah menawarkan produk tabungan haji/umroh. Untuk memenuhi
kebutuhan perencanaan pendidikan anak, bank syariah menawarkan produk tabungan
rencana pendidikan.
Lalu untuk perencanaan
kebutuhan tertentu di masa depan, bank syariah menawarkan produk tabungan
rencana multiguna; untuk memfasilitasi kebutuhan pencatatan transaksi bisnis,
bank syariah hadir dengan produk tabungan bisnis, dan masih banyak lagi
jenis-jenis produk lain yang menawarkan fitur menarik kepada nasabah.
Untuk deposito syariah,
nasabah ditawarkan pilihan skema
penyertaan (mudharabah) dan special investment (mudharabah muqoyyadah) sesuai
keinginan nasabah. Keuntungan yang diperoleh akan dibagi-hasil-kan sesuai
dengan porsi (nisbah) yang telah disepakati antara nasabah dan bank.
Bagi hasil yang
ditawarkan juga sangat kompetitif, bahkan bisa lebih tinggi dibandingkan suku
bunga bank konvensional. Hal ini karena bagi hasil yang akan didistribusikan
bergantung pada ROI usaha yang dibiayai bank.
Selain produk dana,
bank syariah juga memiliki produk jasa layanan yang tak kalah dengan bank
konvesional. Jasa perbankan seperti
transfer uang, save deposit box, bank garansi, payment point, gadai, dll
juga dapat dilayani oleh bank syariah.
Bahkan produk berbasis
teknologi, seperti mobile Banking, Internet Banking, Cash Management, Virtual
Account, dan produk berbasis teknologi lainnya pun dimiliki oleh bank syariah.
Keragaman dan banyak
skema keuangan juga dapat ditemukan dari produk pembiayaan. Secara umum, produk
pembiayaan bank syariah dibedakan dalam tiga kategori yang dibedakan berdasar
tujuan penggunaannya. Untuk transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk memiliki
barang dilakukan dengan skema jual beli; untuk transaksi pembiayaan untuk usaha
kerja sama yang ditujukan guna mendapat sekaligus barang dan jasa menggunakan
skema bagi hasil; dan untuk transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk
mendapatkan jasa/manfaat dilakukan dengan skema sewa.
Skema jual beli
berhubungan dengan adanya perpindahan kepemilikan barang atau benda. Tingkat
keuntungan Bank ditentukan di depan dan menjadi bagian harga atas barang yang
dijual. Pada praktiknya, skema jual beli ditawarkan bank syariah seperti pada
pembiayaan investasi, kepemilikan mobil atau rumah, pembiayaan sektor pertanian
(jual-beli salam), pembiayaan konstruksi (jual beli istishna’), dan lain-lain.
Untuk skema kemitraan
atau bagi hasil secara umum dibagi menjadi dua akad, yaitu musyarakah dan
mudharabah. Pada skema musyarakah, transaksi dilandasi adanya keinginan para
pihak (bank dan nasabah) yang bekerja sama dalam modal dan usaha untuk
meningkatkan nilai aset yang mereka miliki secara bersama-sama.
Sedangkan pada skema
mudharabah, bank memberikan modal kerja
kepada nasabah/pengelola usaha dengan suatu perjanjian pembagian keuntungan.
Dalam praktiknya, skema kemitraan/ bagi-hasil (mudharabah dan musyarakah) diterapkan
untuk pembiayaan modal kerja, pembiayan UMKM, pembiayaan bergulir, pembiayan
rekening koran, dan pembiayaan lain yang memiliki karakteristik kemitraan.
Sedangkan transaksi
ijarah dilandasi adanya perpindahan manfaat barang/jasa. Jika pada jual beli
obyek transaksinya adalah barang, maka pada ijarah obyeknya jasa. Pada akhir
masa sewa, bank dapat menjual barang yang disewakannya kepada nasabah. Harga
jual dan harga sewa disepakati pada awal perjanjian. Pada praktiknya, skema
sewa (ijaroh) atau sewa beli (ijaroh muntahia bittamlik) ditawarkan untuk
pembiayaan kepemilikan mobil atau rumah, sewa equipment, pembiayaan mulitjasa,
dan lain-lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar