Sebagian Karyaku

Sebagian Karyaku
Hasil Goresan dari tahun 2010-2013

Ruang Singgah

Ruang tempat persinggahan imaji, mencari arti sunyi yang tersembunyi dalam diri demi meniti Cinta-Nya

Kamis, 17 Mei 2012

Agar Anak Tidak Menjadi Korban Lompatan Kurikulum


      Apabila kita tengok kurikulum SD sekarang dengan kurikulum dulu yang masih menggunakan GBPP (Garis Besar Pedoman Pengajaran) dengan sekarang yang sudah berbasis pada satuan pendidikan (KTSP) di mana kurikulum disesuaikan dengan kemampuan sekolah dalam mengelola pendidikan. Sungguh sangat jauh sekali muatan yang ada di dalamnya. Masih teringat betul ketika saya mengenal jenis kata Noun atau kata benda yang saya dapatkan kelas 1 SMP. Sekarang pelajaran itu sudah mereka kenal sejak kelas 1 SD bahkan mungkin usia TK. Bab Pecahan pada Matematika, Bab Sistem Perkembangbiakan pada IPA, Bab Sifat-sifat Allah pada PAI sudah dikenal anak SD kelas 3 sementara saya dulu memperoleh pelajaran itu pada kelas 1 SMP.
      Sungguh banyak lompatan-lompatan yang diambil pemerintah untuk menjejali anak dengan kurikulum raksasa yang sebenarnya belum saatnya mereka terima. Usia SD kelas 1-3 sebenarnya masih tahap pengenalan bentuk-bentuk yang seharusnya anak masih diberi kelonggaran untuk mengasah psikomotorik halusnya bukannya memaksakan area kognitif yang sesungguhnya mereka sebenarnya belum siap  untuk menerimanya...
       Dengan tingkat kesukaran yang sedemikian rupa mereka juga harus dihadapkan pada serangkaian tugas yang mau tak mau harus mereka kerjakan untuk memenuhi KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal). Sementara usia mereka jika kita perhatikan, di sekolah swasta tak lah sama dengan sekolah negeri yang terkadang masih saja ada usia di bawah standar (usia yang dipaksakan masuk SD padahal sebenarnya belum layak masuk SD).
      Mungkin selama ini kita tak mau ambil pusing dengan permasalahan kurikulum, yang penting kita sebagai orangtua menginginkan anaknya punya prestasi tanpa melihat apa yang sebenarnya anak butuhkan. Sebagai orangtua, apakah kita sudah bijak, terlalu banyak menuntut anak sesuai dengan yang kita inginkan? Apakah kita pernah bercermin, apakah kita tidak terlalu ego? Mari kita sama-sama membenahi diri  dengan mencari solusi, mengingat  anak adalah investasi kita di akhir kelak.
      Lalu, bagaimana cara menyiasatinya supaya anak tidak menjadi korban dari kurikulum yang justru membuat anak kerdil dalam berimajinasi.
1.       Berilah anak ruang untuk berekspresi
Dunia anak adalah dunia berimajinasi, dunia yang penuh fantasi. Biarkan ia melangitkan cita-citanya  melalui kesukaannya. Jika anak kita suka dengan game biarkan ia untuk mengeksplorasi dunia gamenya asal jangan lepas kontrol yaitu dengan memilihkan game yang sesuai dengan batasan umurnya. Jika anak sukanya menari  atau bernyanyi biarkan ia mendengarkan musik yang ia sukai atau mungkin masukkan ke salah satu sanggar/klub khusus penari. Hal tersebut selain akan mengurangi beban yang ada dengan tugas-tugas sekolah juga dapat mengembangkan daya imajinasi yang sekaligus akan merangsang kecerdasan emosinya.

2.       Berilah anak kepercayaan untuk melakukan kewajibannya
Dengan memberinya kepercayaan akan menumbuhkan kemandirian pada diri anak, namun jangan begitu saja lepas kontrol, anak tetap diingatkan sudah tidaknya mengerjakan apa yang seharusnya menjadi tanggung jawabnya.

3.       Mengingatkan, bukan memaksa (ajak berkomunikasi)
Jika suatu saat anak kita mendapat tugas kita sebagai orangtua tetap harus mengingatkan namun ingat tidak melibatkan unsur memaksa apalagi sampai melakukan kekerasan. Ajaklah berbicara, jika anak merasa terbebani dengan tugas-tugas yang ada.

4.       Mengajari mereka sesuai dengan cara belajar mereka.
Ada tiga tipe cara belajar: a) Audio (dengan cara mendengar) b) Visual (dengan cara melihat) c). Audio Visual dengan mendengar dan melihat. Perhatikanlah anak kita, lebih cenderung yang mana dalam menyerap setiap pelajaran. Maka sesuaikanlah dengan cara belajarnya.

5.       Jauhkan dari label “bodoh” atau “malas”
Jangan sekali-kali anak kita beri label bodoh, jika suatu saat ketika kita ajari anak tidak cepat menangkap apa yang kita sampaikan. Karena bisa jadi metode belajar yang kita terapkan tidak sesuai dengan cara belajarnya. Dan jauhkanlah dari kata-kata “dasar malas”, karena secara tak sadar kita telah membentuk karakter tersebut pada diri anak.

6.       Berilah penghargaan (reward) jminimal pujian atau sebuah pelukan hangat.
Apabila anak kita telah menyelesaikan tanggungjawabnya berilah penghargaan minimal sebuah pujian atau pelukan hangat, karena hal tersebut selain merasa dihargai anak juga akan terdorong motivasinya, sehingga untuk ke depannya akan selalu ingin memberikan yang terbaik dalam kehidupannya.

7.       Bekerjasama dengan pihak sekolah
Hal ini sangat penting untuk melihat perkembangan anak dalam hal kemampuannya dalam menyerap setiap pelajaran, mau pun perkembangan sikap (attitude) secara psikologis.

Mari, sayangi anak kita dengan cara yang tepat.

By: Lis

Bdg, 23 April 2012




Tidak ada komentar:

Posting Komentar