Lanjutan Part 3: Aku
Nah! itulah alasan keganjilanku dalam mengikuti khalaqah ini selain berbai’at juga ada semacam pentakfiran, dan sembunyi-sembunyi yang terkadang memperbolehkan kami untuk berbohong. Malamnya aku mencoba mengambil air wudhu dan mencoba mengadukan kepada sang Maha tentang keraguanku akan keputusanku berbai’at, kucoba untuk menyulam segenap kain tandanya untuk kuajukan pada-Nya. Apa aku salah kalau aku mesti memilih milah (jalan) ini.
Setelah shalat malam kutunaikan, aku mencoba untuk memejamkan mata sampai aku tenggelam dalam mimpi, dalam mimpiku itu aku dipertemukan dengan amir (pemimpin) yang membai’atku, beliau berkata: “Ya.. ukhti, ana titipkan Islam ini padamu.” Setelah sang amir berkata demikian tiba-tiba suara itu menghilang aku tersentak dan terbangun. Dalam keraguan mimpiku menambah kegelisahan yang sedang berkecamuk dalam pikiran. Aku semakin bingung, aku shalat mohon petunjuk namun jawabnya malah amir itu yang datang menitipkan Islam, apa maksud dari mimpiku ini. Sungguh aku belum memahami maksud dari mimpi itu.
Hari demi hari aku masih aktif mengikuti pembinaan di khalaqah ini tanpa diketahui oleh orangtua dan saudara, namun semakin kutenggelam dalam pembinaan ini, bukannya ketenangan yang kuperoleh malah semakin dihadapkan pada ketidakmampuan logika untuk menerimanya. Yang semakin aku tidak mengerti setiap kali aku berpapasan dengan teman sepembinaan kami tidak diperbolehkan saling mengucap salam seolah bagai orang asing.Aku semakin ragu terkadang aku menghindar untuk tidak mengikuti kajian, dengan berbagai alasan. Namun ternyata mereka masih mengejarku, kakak alumniku terus datang ke rumah.
Di tengah keraguanku Allah mengirim sosok Abi yang secara tidak sengaja tercium oleh teman-teman di khalaqah, mereka menyangka aku telah murtad dengan menerima seorang ikhwan. Setelah mereka mengetahui hal itu merekapun tidak lagi mengejarku dengan alasan di khalaqah mereka telah memilihkan pula pasangan hidup untuk mendampingi perjuangan dalam da’wah. Kenapa aku mesti memilih ikhwan lain. Resmilah aku menyandang gelari seorang yang murtad bagi mereka.
Dan semenjak itulah aku terlepas dari kegelisahan yang membelenggu. Untuk menumbuhkembangkan ruh yang sempat terombang ambing aku berusaha aktif di berbagai kajian umum, aku selalu menyempatkan diri untuk mencari pencerahan-pencerahan jiwa dan penguatan akan aqidahku yang sempat labil. Mulai kajian yang sifatnya umum sampai pada kajian yang sifatnya khusus. Aku bagai kesetanan dalam mencari kebenaran (Al-Haq) tak pernah ada waktu luang di saat hari libur, kemanapun aku cari tempat kajian itu walau mesti menelan perjalanan yang cukup jauh.
Lalu apa hubungannya antara khalaqah, mimpi , dan hadirnya Abi dalam kehidupanku?
***
Gagal Masuk POLITEKNIK ITB. (Part: 4)
Sesekali sepulang sekolah aku dapatkan Abi tengkurepan di sofa ruang tamu sambil mengotak atik radio tape butut, Abi suka mendengarkan lagu-lagu asal negeri jiran Malaysia. Kalau tidak begitu biasanya sedang berbincang dengan ibuku di dipan reyot belakang rumah, kelihatannya Abi begitu akrab dengan ibuku padahal masih dalam hitungan hari kami kenal.
“Na, sini duduk! aku ingin cerita.” Abi memulai sore dengan mengajakku mendengarkan keluhannya.
“Cerita apa..?” Tanyaku.
“Tau gak, Na? waktu kita ketemuan di angkot itu aku sedang mengikuti seleksi masuk perguruan tinggi di POLTEK. Di saat aku mengerjakan soal demi soal yang terbayang dalam ingatan hanyalah senyuman kamu yang terlempar tak sengaja di sudut angkot. Sungguh aku tak bisa konsentrasi.”
“Terus apa hubungannya antara senyumanku dengan konsentrasi Mas?” kepolosanku muncul sambil mengernyitkan kening seolah tidak memahami apa yang dikatakan Abi.
“Ya…! Kamu ini bagaimana? Ya, jelas tidak konsentrasi lah! Senyum kamu yang tiba-tiba lepas begitu manis dari seorang gadis mungil yang cantik seperti kamu, siapa yang tidak akan lupa”.
Mendengar penuturan Abi yang sedemikian jujur dan terus terang dengan perasaannya membuat jantungku seolah berhenti berdetak seakan mau copot di saat kudengar apa yang dikatakannya, terus terang hatiku berdegup kencang namun tiba-tiba ada suatu rasa dingin yang mengalir di tubuhku yang selama ini tak pernah aku rasakan mungkin inilah rasanya tersanjung, dalam hatiku beristighfar. “Astaghfirullaahal adziim..” selama ini aku belum pernah mendengar kata-kata seperti itu dari ikhwan manapun yang pernah menaruh hati padaku. Dan bagaimana bisa, ikhwan lain tak ada yang seperti Abi berani dekat dalam hidupku tanpa embel-embel surat cinta yang berlembar-lembar seperti yang pernah aku terima dari salah seorang ikhwan satu pengajian di Forum Remaja Mesjid.
Abi seakan memahami perasaanku yang telah dibuatnya terpana dengan wajah yang tersipu malu, diapun mengalihkan pembicaraannya. “
“Tadi siang aku terima pengumuman seleksi, aku gagal, Na. Tapi, walau demikian aku tetap akan melanjutkan kuliah di Bandung. Cuma mungkin aku harus punya alasan kuat supaya papa tidak sampai menyuruhku pulang. Aku punya rencana mau pilih salah satu perguruan tinggi swasta di sini. Terus terang tanpa disadari sebelumnya ternyata aku tak kan bisa jauh darimu, Na." Katanya.
Untuk kedua kalinya dadaku berdesir kencang dibuatnya. Aku kembali beristighfar dalam hati dan mohon perlindungan agar dijaga hati ini dari godaan yang sengaja telah syetan hembuskan melalui perkataan dan perasaan yang sedang diaduk-aduk oleh sang pujangga cinta Abi. Yang memang mungkin aku rasakan begitu nyaman bila ada di sampingnya.
***
Abi menginformasikan kegagalannya kepada orangtuanya. Abi disuruh pulang ke Palembang untuk melanjutkan sekolah di sana. Namun Abi bersikeras daftar ke perguruan tinggi swasta di Bandung.
Keesokan harinya pagi-pagi betul Abi sudah menemui ibuku untuk sekedar meminta tandatangannya di formulir pendaftaran ke salahsatu perguruan tinggi swasta.
Ntah apa yang terbersit dalam hati Abi, sehingga dia berusaha keras mempertahankan keputusannya. Apa Abi bisa mempertahankan keputusannya untuk tetap tinggal di Bandung..
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar