Sebagian Karyaku

Sebagian Karyaku
Hasil Goresan dari tahun 2010-2013

Ruang Singgah

Ruang tempat persinggahan imaji, mencari arti sunyi yang tersembunyi dalam diri demi meniti Cinta-Nya

Sabtu, 27 Maret 2010

Part 3

Teman berkawan teman (Part 3)

Hari-hari dilalui begitu saja mengikuti begulirnya waktu bagaikan air mengalir yang mengikuti arusnya, diantara kami ada kenyamanan di saat bertemu atau dalam obrolan selalu klik/conect.
Suatu sore yang membuka kran identitas dari seorang Abi mengucurkan cerita. Abi adalah seorang anak kost yang berasal dari Kota yang terkenal dengan makanan khas empek-empeknya yaitu Palembang, dia sedang menjalani bimbingan belajar di sebuah tempat bimbel yang cukup terkenal di Bandung. Keinginannya untuk masuk ke salah satu perguruan tinggi favorit telah menyeretnya sampai di Bandung. Sebenarnya saat pertemuan pertama di angkot itu Abi sedang mengikuti seleksi penerimaan mahasiswa baru.

Abi memiliki teman dekat di tempat bimbelnya yang berasal dari Bali dia bernama Donny, Donny tidak kost seperti Abi namun tinggal di Asrama Putra daerah Cisitu Lama nama tempatnya.
Sesekali Mas Donny di ajak ke rumahku dan beberapa kali pernah juga diajak ke TPA di mana aku bercengkerama dengan anak-anak mengajar ngaji. Donny seorang anak korban cerai orangtuanya dia tinggal bersama ibunya, salahsatu pemicu cerainya adalah perbedaan aqidah antara kedua orangtuanya. Donny lebih memilih Islam dibanding ayahnya yang Hinduisme sejati.
Selain Donny, Abi juga punya teman yang kebetulan temannya ini adalah adik dari teman kakakKu yaitu Deny dan adiknya Mas Deny adalah teman ngajiku sewaktu kecil, Eni namanya.

***

Aku

Aku masih seorang siswa kelas 2 di salah satu SMK Negeri favorit di Bandung yang sedang melaksanakan PSG (Program Sistem Ganda) di sebuah PT POS yang ada di pusat kota Bandung. Aku termasuk siswa yang aktif di berbagai kegiatan ekstrakurikuler, diantaranya OSIS, MPK, dan ROHIS.

Selain itu aku juga aktif dalam suatu khalaqah yang sedang menjamur kehadirannya di kalangan akademisi, khalaqah ini banyak mengundang kontroversi orang banyak karena terlalu eksklusif dan menutup diri. Yang menjadi sasaran da’wah dari khalaqah ini adalah kaum pelajar dan mahasiswa.
Yang ternyata ada beberapa titik yang menjadi sentral dalam menyampaikan da’wahnya di Bandung, diantaranya khalaqah yang aku ikuti ini, tempatnya tak jauh dari Campus favorit yang sedang diincar Abi.

Menurutku yang awam khalaqah ini agak ganjil Kenapa aku bilang demikian karena pada suatu siang tepatnya sehabis sholat dzuhur aku dan beberapa teman ROHIS bersepakat mengadakan pertemuan dalam khalaqah ini. Kamipun bersepakat membuat surat dispensasi untuk tidak masuk kelas hari itu. Agenda pertemuannya seperti apa akupun tidak mengetahuinya karena seakan-seakan ada rahasia di baliknya.

Urus-urus surat dispensasi selesainya dzhuhur karena waktu itu kelas 2 masuknya siang. Ba’da dzuhur kamipun berangkat seakan seorang detektif kami hanya diberi secarik kertas untuk menemukan alamat itu. Sungguh tidak terbayang olehku, aku adalah anak bungsu dari sebuah keluarga yang gak pernah kemana-mana selain rumah dan sekolah kali ini aku harus menemukan alamat yang nyaris menurutku itu hal yang baru. Untuk sampai ke tempat tujuan itu aku harus menggunakan alat transportasi sebanyak tiga kali. Perjalananpun tak bisa dielakkan memakan 1-2 jam untuk sampai di tempat itu. Tapi tidak tahu kenapa aku jalani dengan senang hati walau sedikit agak misteri.

Sesampainya di tempat yang dimaksud aku diperkenalkan dengan seorang mahasiswi yang katanya beliau itu pembimbing kami, kami disuguhi beberapa ayat mengenai esensi syahadat, aku sempat melontarkan beberapa pertanyaan yang membuat aku penasaran kenapa harus bersyahadat.
Bukankah persaksian kita sudah dilakukan di saat kita berada di ruang rahim sang ibu ketika usia janin kita 4 bulan. Dimana setiap garis hiduppun Allah tentukan, jodoh rejeki, hidup, dan mati telah menjadi hak patent dari Allah.

Dan entah kenapa setiap pertanyaanku ditanggapinya dengan sikap yang sinis dan tidak ramah. Namun walau demikian rasa penasaranku semakin memuncak, skenario apa yang akan mereka perankan di depan anak-anak remaja seusia SMA.

Sholat Ashar telah tiba setelah selesai melaksanakan sholat kamipun layaknya pasien yang harus antri di ruang tunggu menunggu giliran bertemu sang amir (pimpinan) bagi mereka, untuk mengucapkan syahadat dan bersumpah setia.

Ada rasa sedikit ragu untuk melakukan hal ini, jantungku tiba-tiba mendesir di rongga dada yang paling dalam ada semacam rasa ingin berontak namun aku tak kuasa untuk berlari. Walau dalam hati berkecamuk segala rasa, rasa penasarankulah akhirnya yang memenangkannya, aku coba untuk menguasai diri agar tetap tenang.

Tibalah giliranku untuk bersumpah setia (bai’at). Aku masuk ditemani seorang akhwat (wanita) tanganku dijabatnya erat-erat di depan sang amir. Sang amirpun mengucapkan sebuah do’a yang diakhiri dengan pelafalan syahadat yang secara perlahan aku ikuti.

Selesai prsosesi bai’at, kami di salami dan diucapi salam keselamatan. Dalam hati masih ragu apa yang kuambil ini adalah sebuah keputusan hidup beraqidah yang benar atau bukan. Ragu itu masih memayungi benakku dan mungkin sebagian benak teman-temanku yang sama-sama telah melaluinya.
Sorepun mulai merambat maghribpun berkawan, hujan yang begitu deras menemani kegalauan dan kegelisahan saat itu. Setelah prosesi itu kamipun segera membenahi diri untuk pulang.

Sedikitpun aku tidak menyadari akan kekhawatiran atau kecemasan orangtua. Tidak terbayang bagaimana kekhawatiran mereka terhadapku, aku seorang anak gadis belia anak bungsu yang paling disayang di keluarga pulang sekolah bukannya pulang ke rumah, hujan besar yang telah menyisakan banjir di beberapa tempat, malah tak ada di rumah.
Kakakku mencari kemana-mana dan sempat bertanya ke salah satu teman dekatku hanya meninggalkan jawab tidak tahu. Astaghfirullah…

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar