Sebagian Karyaku

Sebagian Karyaku
Hasil Goresan dari tahun 2010-2013

Ruang Singgah

Ruang tempat persinggahan imaji, mencari arti sunyi yang tersembunyi dalam diri demi meniti Cinta-Nya

Selasa, 02 Januari 2024

Produk Penghimpunan Dana Bank Syariah

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latara belakang
            Menurut pasal 1 undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang perubahan undang-undang No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan, Bank didefinisikan sebagai badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Dengan demikian jelas dinyatakan dalam kedua pasal di atas bahwa bank adalah lembaga keuangan yang menjalankan kegiatan usahanya baik secara syariah maupun konvensional dalam fungsinya sebagai intermediasi antara masyarakat yang memiliki dana lebih (deposan) dengan masyarakat yang membutuhkan dana (kreditur).  Dalam fungsinya sebagai intermediasi antara deposan dengan kreditur, maka bank harus melakukan kegiatan penghimpunan dana dari pihak deposan yang nantinya akan disalurkan kepada kreditur. Dalam makalah ini nantinya akan dibahas mengenai produk-produk penghimpunan dana secara syariah sesuai dengan subject yang dikenakan yaitu Bank Syariah. Demikian materi yang akan kami sampaikan dalam makalah ini, semoga dapat bermanfaat.

BAB I
PEMBAHASAN

A.      Produk perbankan syariah di bidang penghimpunan dana dari masyarakat
Pengertian penghimpunan dana adalah suatu kegiatan usaha yang dilakukan bank untuk mencari dana kepada pihak deposan yang nantinya akan disalurkan kepada pihak kreditur dalam rangka menjalankan fungsinya sebagai intermediasi antara pihak deposan dengan pihak kreditur.
Prinsip yang digunakan ada dua bergantung dari jenis banknya yaitu Bank Konvensional dan Bank Syariah dengan prinsip konvensional dan dengan prinsip syariah. Ada pun dalam materi makalah ini hanya akan dibahas mengenai Bank Syariah dengan prinsip penghimpunan dana secara syariah. Dalam Bank Syariah, klasifikasi penghimpunan dana yang utama tidak didasarkan atas nama produk melainkan atas prinsip yang digunakan. Berdasarkan fatwa Dewan Syariah Nasional prinsip penghimpunan dana yang digunakan dalam bank syariah ada dua yaitu prinsip wadiah dan prinsip mudharabah.  Prinsip wadiah dalam perbankan syariah dapat diterapkan pada kegiatan penghimpunan dana berupa giro dan tabungan. Di Indonesia, hampir semua Bank Syariah menerapkan prinsip wadiah pada tabungan giro.
     Giro wadiah adalah titipan pihak ketiga pada Bank Syariah yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, kartu ATM, sarana perintah pembayaran lainnya  atau dengan cara pemindahbukuan. Penghimpunan dana dengan prinsip mudharabah, dapat dibagi atas dua skema yaitu skema muthlaqah dan skema muqayyadah. Dalam penghimpunan dana dengan prinsip mudharabah muthalaqah, kedudukan Bank Syariah adalah sebagai mudharib (pihak yang mengelola dana) sedangkan penabung atau deposan adalah pemilik dana (shahibul maal). Hasil usaha yang diperoleh bank selanjutnya dibagi antara bank dengan nasabah pemilik dana sesuai dengan porsi nisbah yang disepakati dimuka.
            Tujuan dari kegiatan penghimpunan dana adalah untuk memperbesar modal, memperbesar asset dan memperbesar kegiatan pembiayaan sehingga nantinya dapat mendukung fungsi bank sebagai lembaga intermediasi.
     Dalam sistem perbankan konvensional kegiatan penghimpunan dana dari masarakat dilakukan dalam mekanisme giro, tabungan, dan deposito.masarakat berinvestasi dengan harapan memperoleh bunga, serta untuk memudahkan melakukan transaksi.
     Dalam perbankan syariah prinsipnya hampir sama dengan bank konvensional, artinya dalam bank syariah juga di kenal dengan giro, deposito, dan tabungan sebagai sarana untuk menghimpun dana dari masyarakat. Perbedaanya adalah bahwa dalam sistem perbankan syariah tidak dikenal dengan adanya sistem bunga, melainkan melalui mekanisme bagi hasil dan bonus yang tergantung pada jenis produk apa yang dipilih oleh nasabah.
1.      Giro (demand deposit)
a.       Pengertian giro
            Giro adalah simpanan simpanan pada bank yang penarikanya dapat dilakukan setiap saat, artinya bahwa uang yang disimpan di rekening giro dapat diambil setiap waktu setelah memenuhi bernagai persyaratan yang telah di tetapkan. Dalam perbankan syariah dikenal adanya produk berupa giro wadiah dan giro mudharabah.
            Secara umum, yang dimaksud dengan giro adalah cek, bilyet giro, sarana perintah bayar lainnya, atau dengan pemindahbukuan. Adapun yang dimaksud dengan giro syariah adalah giro yang dijalankan berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Dalam hal ini, Dewan Syariah Nasional telah mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa giro yang benar secara syariah adalah giro yang dijalankan berdasarkan prinsip wadiah dan mudharabah.
            Yang dimaksud giro wadiah adalah giro yang dijalankan berdasarkan akad wadiah, yakni titipan murni yang setiap saat dapat diambil jika pemiliknya menghendaki. Dalam konsep wadiah yad al-dhamanah, pihak yang menerima titipan boleh menggunakan atau memanfaatkan uang atau barang yang dititipkan. Hal ini berarti wadiah yad dhamanah mempunyai implikasi hukum yang sama dengan qardh, yakni nasabah bertindak sebagai pihak yang meminjamkan uang dan bank bertindak sebagai pihak yang dipinjami. Dengan demikian, pemilik dana dan bank tidak boleh saling menjanjikan untuk memberikan imbalan atas penggunaan atau pemanfaatan dana atau barang titipan tersebut.
            Dalam kaitannya dengan produk giro, Bank Syariah menerapkan prinsip wadiah yad dhamanah, yakni nasabah bertindak sebagai penitip yang memberikan hak kepada Bank Syariah untuk menggunakan atau memanfaatkan uang atau barang titipannya, sedangkan Bank Syariah bertindak sebagai pihak yang dititipi yang disertai hak untuk mengelola dana titipan dengan tanpa kewajiban memberikan bagi hasil dari keuntungan pengelolaan dana tersebut. Namun Bank Syariah diperkenankan untuk memberikan insentif berupa bonus (fee) dengan catatan tidak diperjanjikan sebelummnya.

b.      Landasan hukum giro
-          fatwa dewan syariah nasional No 01/DSN-MUI/VI/2000 tentang giro
-          firman allah Qs. an-nisa 29
“hai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan (mengambil)  harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perbiagaan yang berlaku dengan sukarela di antaramu”
-          hadist riwayat abu daud
“  abu hurairah meriwayatkan bahwa rasulullah SAW bersabda, sampaikanlah/ tunaikanlah amanat kepada yang berhak menerimanya dan jangan membalas khianat kepada orang yang telah menghianatimu”
-          ijmak
bahwa telah terjadi ijmak dari para ulama terhadap legitimasi wadiah, mengingat kebutuhan manusia mengenai hal ini sudah jelas terlihat.
Dalam islam mengenal titipan atau wadiah ini dapat di bedakan menjadi dua macam yaitu:
a.       wadiah yad amanah
adalah barang titipan dimana barang dititipkan sama sekali tidak boleh digunakan oleh pihak yang menerima titipan, penerima titipan hanya memiliki kewajiban mngembalikanbarang yang dititipkan pada saat diminta
b.      wadiah yad dhamanah
adalah titipan yang mana terhadap barang yang dititipkan tersebut dapat digunakan atau dimanfaatkan oleh penerima titipan.

2.      Tabungan (saving deposit)
a.       Pengertian tabungan
     Selain giro, produk perbankan syariah di bidang penghimpunan dana (founding) adalah tabungan. Berdasarkan undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan, yang dimaksud dengan tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan dengan syarat tertentu yang disepakati, tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro, dan atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu
     Adapun yang dimaksud dengan tabungan syariah adalah tabungan yang dijalankan berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Dalam hal ini, Dewan Syariah Nasional telah mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa tabungan yang dibenarkan adalah tabungan yang berdasarkan prinsip wadiah dan mudharabah.
-          Tabungan Wadiah
Tabungan wadiah merupakan tabungan yang dijalankan berdasarkan akad wadiah, yakni titipan murni yang harus dijaga dan dikembalikan setiap saat sesuai dengan kehendak pemiliknya. Terkait dengan produk tabungan wadiah, Bank Syariah menggunakan akad wadiah yad adh-dhamanah. Dalam hal ini, nasabah bertindak sebagai penitip yang memberikan hak kepada Bank Syariah untuk menggunakan atau memanfaatkan uang atau barang titipannya, sedangkan Bank Syariah bertindak sebagai pihak yang dititipi dana atau barang yang disertai hak untuk menggunakan atau memanfaatkan dana atau barang tersebut. Sebagai konsekuensinya, bank bertanggung jawab terhadap keutuhan harta titipan tersebut serta mengembalikannya kapan saja pemiliknya (nasabah) menghendaki. Di sisi lain, bank juga berhak sepenuhnya atas keuntungan dari hasil pemanfaatan harta titipan tersebut.
           Dalam tabungan wadiah, bank dengan nasabah tidak boleh mensyaratkan pembagian hasil keuntungan atas pemanfaatan harta tersebut. Namun bank diperbolehkan memberikan bonus (fee) kepada pemilik harta titipan (nasabah) selama tidak disyaratkan dimuka. Dengan kata lain, pemberian bonus (fee) merupakan kebijakan bank yang bersifat sukarela.
-          Tabungan Mudharabah
           Yang dimaksud dengan tabungan mudharabah adalah tabungan yang dijalankan berdasarkan akad mudharabah. Mudharabah sendiri mempunyai dua bentuk, yakni mudharabah mutalaqah dan mudharabah muqayyadah, perbedaan yang mendasar diantara keduanya terletak pada ada atau tidaknya persyaratan yang diberikan pemilik harta kepada pihak bank dalam mengelola hartanya. Dalam hal ini, Bank Syariah bertindak sebagai mudharib (pengelola dana), sedangkan nasabah bertindak sebagai shahibul mal (pemilik dana). Bank Syariah dalam kapasitasnya sebagai mudharib berhak untuk melakukan berbagai macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah serta mengembangkannya, termasuk melakukan akad mudharabah dengan pihak lain. Namun, di sisi lain, Bank Syariah juga memiliki sifat sebagai seorang wali amanah (trustee), yang berarti bank harus berhati-hati atau bijaksana serta beritikad baik dan bertanggung jawab atas segala sesuatu yang timbul akibat kesalahan atau kelalaiannya.
           Dari hasil pengelolaan dana mudharabah, Bank Syariah akan membagikan hasil kepada pemilik dana sesuai dengan nisbah yang telah disepakati di awal akad pembukaan rekening. Dalam mengelola dana tersebut, bank tidak bertanggung jawab terhadap kerugian yang terjadi bukan akibat kelalaiannya. Namun, bila yang terjadi adalah miss management (salah urus), bank bertanggung jawab penuh atas kerugian tersebut.
b.      Landasan hukum tabungan
-          Firman Allah Qs. an-nisa 29
“hai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan (mengambil)  harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perbiagaan yang berlaku dengan sukarela di antaramu”
-          Fatwa dewan syariah nasional no 02/DSN-MUI/IV/2000 TENTANG TABUNGAN.
-          Hadist diantaranya
“abbas bin abdul muthalib jika menyerahkan harta sebagai mudharabah, ia mensyaratkan kepada mudharibnya agar tidak mengarungi mengarungi lautan dan tidak menuruni lembah, serta tidak membeli hewan ternak. Jika persyartan di langgar, ia (mudharib) harusmenanggung resikonya. Ketika persyaratan yang ditetapkan oleh abbas itu di dengar rasulullah, beliau membenarkanya” HR. Tabrani dari ibnu abbas
-          Ijma’ diriwayatkan, sejumlah sahabat menyerahkan (kepada orang, mudharib) harta anak yatim sebagai mudharabah dan tidak ada seorangpun mengingkari mereka. Karenanya halitu dipandang sebagai ijma”.
-          Qiyas, transaksi mudharabah di qiyaskan sebagai transaksi musyaqoh
-          Kaidah fiqh “ pada dasarnya semua bentukmuamalah boleh kecuali ada dalil yang mengharamkanya”.

3.      Deposito (time deposit)
           Yang juga termasuk produk bank dalam bidang penghimpunan dana (founding) adalah deposito. Berdasarkan undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan, yang dimaksud dengan deposito berjangka adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu-waktu tertentu menurut perjanjian antara penyimpan dengan bank yang bersangkutan.
           Adapun yang dimaksud dengan deposito syariah adalah deposito yang dijalankan berdasarkan prinsip syariah. Dalam hal ini, Dewan Syariah Nasional MUI telah mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa deposito yang dibenarkan adalah deposito yang berdasarkan prinsip mudharabah.
           Dalam hal ini, Bank Syariah bertindak sebagai mudharib (pengelola dana), sedangkan nasabah bertindak sebagai shahibul mal (pemilik dana). Dalam kapasitasnya sebagai mudharib, Bank Syariah dapat melakukan berbagai macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah serta mengembangkannya, termasuk melakukan akad mudharabah dengan pihak ketiga.
           Dengan demikian, Bank Syariah dalam kapasitasnya sebagai mudharib memiliki sifat sebagai wali amanah (trustee), yakni harus bertindak hati-hati atau bijaksana serta beritikad baik dan bertanggung jawab atas segala sesuatu yang timbul akibat kesalahan atau kelalaiannya. Di samping itu, Bank Syariah juga bertindak sebagai kuasa dari usaha bisnis pemilik dana yang diharapkan dapat memperoleh keuntungan seoptimal mungkin tanpa melanggar aturan syariah.
           Dari hasil pengelolaan dana mudharabah, Bank Syariah akan membagikan hasil keuntungan kepada pemilik dana sesuai dengan nisbah yang telah disepakati di awal akad pembukaan rekening. Dalam mengelola dana tersebut, bank tidak bertanggung jawab atas kerugian yang terjadi bukan akibat kelalaiannya. Namun, apabila yang terjadi adalah miss management (salah urus), maka bank bertanggung jawab penuh atas kerugian tersebut.
           Berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh pemilik dana terhadap bank, terdapat dua bentuk mudharabah, yaitu:
-          Mudharabah Mutalaqah (Unrestricted Restricted Investment Account, URIA)
-          Mudharabah Muqayyadah (Restricted Investment Account, RIA)
           Dalam deposito mutalaqah, pemilik dana tidak memberikan batasan atau persyaratan tertentu kepada pihak Bank Syariah dalam mengelola investasinya, baik berkenaan dengan tempat, cara, maupun objek investasinya. Dengan kata lain, Bank Syariah mempunyai hak dan kebebasan penuh dalam mengelola dan menginvestaikan dana URIA ini ke berbagai sektor bisnis yang diperkirakan akan memperoleh keuntungan.
           Berbeda dengan deposito mudharabah mutalaqah, dalam deposito mudharabah muqayyadah, pemilik dana memberikan batasan atau persyaratan tertentu kepada Bank Syariah dalam mengelola investasinya, baik berkenaan dengan tempat, cara, maupun objek investasinya. Dengan kata lain, Bank Syariah tidak mempunyai hak dan kebebasan sepenuhnya dalam menginvestasikan dana RIA ini ke berbagai sektor bisnis yang diperkirakan akan memperoleh keuntungan

BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
     Dalam Bank Syariah, klasifikasi penghimpunan dana yang utama tidak didasarkan atas nama produk melainkan atas prinsip yang digunakan. Berdasarkan fatwa Dewan Syariah Nasional prinsip penghimpunan dana yang digunakan dalam bank syariah ada dua yaitu prinsip wadiah dan prinsip mudharabah.
     Prinsip wadiah dalam perbankan syariah dapat diterapkan pada kegiatan penghimpunan dana berupa giro dan tabungan. Di Indonesia, hampir semua Bank Syariah menerapkan prinsip wadiah pada tabungan giro. Giro wadiah adalah titipan pihak ketiga pada Bank Syariah yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, kartu ATM, sarana perintah pembayaran lainnya atau dengan cara pemindahbukuan.
     Penghimpunan dana dengan prinsip mudharabah, dapat dibagi atas dua skema yaitu skema muthlaqah dan skema muqayyadah. Dalam penghimpunan dana dengan prinsip mudharabah muthalaqah, kedudukan Bank Syariah adalah sebagai mudharib (pihak yang mengelola dana) sedangkan penabung atau deposan adalah pemilik dana (shahibul maal). Hasil usaha yang diperoleh bank selanjutnya dibagi antara bank dengan nasabah pemilik dana sesuai dengan porsi nisbah yang disepakati dimuka. Dalam penghimpunan dana dengan pinsip mudharabah muqayyadah, kedudukan bank hanya sebagai agen saja, karena pemilik dana adalah nasabah pemilik dana mudharabah muqayyadah, sedang pengelola dana adalah nasabah pembiayaan mudharabah muqayyadah. Pembagian hasil usaha dilakukan antara nasabah pemilik dana mudharabah muqayyadah dengan nasabah pembiayaan mudharabah muqayyadah.

     Tujuan dari kegiatan penghimpunan dana adalah untuk memperbesar modal, memperbesar asset dan memperbesar kegiatan pembiayaan sehingga nantinya dapat mendukung fungsi bank sebagai lembaga intermediasi.

Kantung-kantung Kesabaran

 


                        malam ini rasanya aku ingin bercerita tentang hujan yang selalu tabah

                        menengadah ke langit mengais kantung-kantung yang Tuhan beri

                        sejauh langkah kaki yang tertatih dalam menjalaninya selalu sadrah

                        entah yang ke berapa bulir yang jatuh sudah tak perduli, ia terus laju


                        sakit, perih dan terhujam dalam lukanya barang tentu telah dirasa

                        namun dilumat, nikmati dalam penuh khusyu tanya menggelembung

                        dalam diam, sedih memang namun terus ditelan mencari jawab

                        Tuhan, inikah jalan yang Kau bentang untuk dijalani tanpa lenguh


                        kecipak air menjadi barang tak asing dalam diam tangan-tangan ronta

                        meraih yang dapat diraih melalui iradat yang terus Kau hampar

                        agar tak terus putus. langitkan. bentangkan. pompa. pompa terus

                        karsa yang ada dalam dada. yang ada dalam doa. yang ada dalam kata


                        Tuhan, di mana ridha-Mu. masih saja terkatung-katung dalam tanya

                        kantung-kantung bulir yang lama bersemayam dalam diam. dalam angan

                        menunggu jawab dalam hamparan riang keikhlasan dan tawa kesyukuran

                        sami'na wa atha'na. saya mendengar dan saya ta'at. insya Allah.


                       By: Lis                                                  Bandung, 2 Januari 2024

                        


Sabtu, 05 Desember 2015

Teori Berthil Ohlin

Berthil Ohlin Theory (Teori Harga)

Dalam bukunya yang sangat terkenal dalam lapangan ekonomi internasional, yaitu “ Interregional And International Trade ” yang diterbitkan untuk pertama kalinya pada tahun 1933, ahli ekonomi swedia ini berpendapat bahwa perdagangan internasional itu sebenarnya adalah masalah harga. Jelasnya, perbedaan hargalah yang menyebabkan timbulnya kegiatan perdagangan internasional. Oleh karena itu Bertil Ohlin perdagangan internasional dibahasnya mengikuti jalur proses mekanisme pembentukan harga. Dan untuk pembahasannya itu dengan sendirinya membawanya pada penyelidikan faktor- faktor yang menentukan atau mempengaruhi permintaan dan penawaran. Sebab harga sesuatu barang itu terjadi karena adanya permintaan dan penawaran atas barang tersebut. Perbedaan harga barang yang menjadi dasar dari timbulnya perdagangan internasional, menurut B. Ohlin adalah disebabkan oleh perbedaan komposisi dan proporsi faktor- faktor produksi yang dimiliki oleh negara-negara di dunia ini, yang dalam garis besarnya dapat di jelaskan sebagai berikut: