Dandani Dada dengan Ingin-Nya
Detak waktu bagai kereta melaju
stasiun demi stasiun telah dilewati
menuju puncak tujuan dari diri yang semakin usang
tekad yang padam jangan menjadi sungsang
remahremah kemarin kita tumbuk menjadi bekal
memayungi langit yang masih tetap menghampar
melentang harap pada pancang yang ditanam
pada laman baru lenggang dimulai
dengan menyarung pedang menyabit masa
masamu masaku samasama bermasa
torehlah ia tidak dengan luka
mari dandani dada dengan Ingin-Nya
Sebuah Jawab
Getar apa yang kurasa
aku pun tak tahu
setiap kali kubuka jendela
kau tak jua nampak
erang rindu semakin temu puncak
lalu kutanya pada sangka
tak ada yang syak
hati menyimpul kau hanya dilimbung arung
bukan berarti bulan tak merindu
hanya karena pungguk mencecah merah
duhai bagian sayap rindu
seringkali sapaan tak bermaya pada kata
bukan bibirku tak berona
kata-kata tak selalu bisa membelah sangka
yakin tak ada syak antara kita
hanya ku tak mampu mengemasnya
ada semacam gendang bertalu
di sudut mata di sudut dada
itulah rindu yang kau tusuk
meruncing jelmakan hujan
yang sisakan tanah basah antaramu dan ku
duhai, bagian sayap rindu
gaungmu telah sampai
sebelum kau paksa kata memecah prahara
namamu telah tersanding sejak lama
tak usah kau risau
dia telah tumbuh menjadi batang yang kokoh
antara ranting-ranting kata yang kita rangkai
Bdg, 7 Desember 2010
by: Liz
Tidak ada komentar:
Posting Komentar