Do’a

Bening pendengaranku di ujung malam
kutaruh senandung di dinding gendangnya
suara-suara hati begitu jelas ditarik angin rasa
rasa yang bermuara di jiwa duduk di selasar Cinta

desah nafas berebut melafaskan sebuah kata
yang hanya jiwa yang dapat menerjemahkannya
yang hanya senyap yang dapat memaknainya

hening terasa membasahi kerontangnya tanah di dada
memadati ruang penuh gelombang asa
yang mengayun di antara detaknya nadi
yang mengalun di antara jari-jari dzikirku

lirih, rintih, harap, cemas, takut, syukur
berpadu membungkus teriakku di sujud tanahku
mengangkasa terbang mengetuk pintu Arsy-Mu yang Agung.

****

Rindu setajam sembilu

Bila rindu sudah setajam sembilu
Mengoyak asa menyayat pilu
Merobek, mencincang daging yang menempel hanya sekepal
Harapan hanyalah garam yang siap ditabur di atas lukanya
Perih
Ngilu
Memendar darah beku di sekujur tubuh yang kian kaku
Menghentikan hasrat menyekat semangat yang kian berkarat

Wahai sang iradat
kemana kuharus membalut luka yang kian menganga
kukejar harap namun hanya bayang yang menjelma
kucari arti dipelipir rasa namun hanya ilusi yang berdiri
kuterpuruk rubuh merengkuh keruh luruh di antara guruh
kuterkapar memar terbakar amarah yang kian mengakar
di dinding hati kusemat kata yang kuukir hanya untuk Dia.

****

Kartini itu masih ada

Kata siapa Kartini telah mati
hanya sejarah yang mengatakan, ya!
Kartini itu masih ada
Kartini itu masih hidup
cahayanya belum redup

dia selalu hadir mengalir mengukir pikir
di hati-hati yang penuh dedikasi
di dada-dada yang tak manja
dia tinggal tidak di keraton
atau sebagai bahan tonton
namun dia ada di jiwa-jiwa perindu surga.

****
By: Lis
Bandung, 20 April 2010