Aku hanyalah mata pena
yang bertinta rasa
tak bermerk bahkan tak bertenaga
Aku hanyalah mata pena
yang hanya mampu mengetuk
tak mampu berpeluk
Aku hanya mata pena
yang siap menghujam
bila ada titah dari sang jiwa
yang hanya mampu menumpahkan kata
yang tak bermahkota
temanku hanyalah selembar kertas
yang selalu bertengger
di ruang laras tak bermajas.
by: Liz
Bandung, 27 Februari 2010
assalamu alaikum ww
BalasHapusbu elis, saya sebenarnya hanya pengagum puisi, dan hanya sekali2 menulis itupun klo lgi mut inspirasi tuk menuangkan imagi.
setiap penyair punya gaya dan karakteristik masing2, dan masing2 memiliki keunikannya, secara garis besar, sejauh pengamatan say setidaknya ada dua gaya yg sering muncul. gaya natural, dan gaya abstrak. masing2 gaya memiliki kekuatan imaginasi, sesuai karakter penulisnya. jujur saya menyukai tulisan2 ibu, klau boleh saya mengemukakan pendapat, kebanyakan tulisan ibu tergolong yang natural, senang menuangkan imaji secara gamblang dan transparant, tidak mau menyembunyikan pertautau antara kata dgn kata, antara kalimat dgn kalimat, antara bait dgn bait. ini adalah ungkapan yg jujur yg tidak berlandaskan teori, hanya berpatokan pada rasa. karena saya bukan ahlinya dalam berteori.
bu elis, mohon dimaklumi klo komentar saya ini tdk karuan, dan tdk sistimatis seperti yg dikehendaki oleh teori2 ttg puisi
wassalam
Wa'alaikumus salam warahmatullaah...
BalasHapusSubhanallaah... aku dapat berkawan dg akang, memang kuakui inilah aku kang..tak ada yg lebih. Aku coba tuangkan dalam puisi ini, aku menulis apa yg sedang aku rasa tanpa bermodalkan sastra. Apa itu sastra, metafora, kredo aku gak ngeh. Terima kasih, kang. Komentarnya sangat berharga utkku utk tetap berkarya, walau mungkin ini belumlah disebut sebuah karya.
Salam rasa,