Pada pagi-Mu ini langit tak menitikkan air mata. Langit hatiku yang tibatiba gerimis. Detik hampir menukik runcing di ujung Ramadhan. Segala amuk rasa berakumulasi di pelipir samudera uporia harapku. Paranoid akan kehilangan berkah-Mu melahirkan gigil menyusup ke setiap pori tangisku.
Gerbong itu hampir melaju, aku masih di sini merangkak raih amalku yang terurai sehabis hujan. Ternyata begitu ringkih jiwa ini meggapai semua keagungan-Mu. Duhai Sang Masinis Ramadhan, dapatkah Engkau mendengar lirih bisikku. Jangan tinggalkan aku! aku masih menata semua bekalku.
Bekal yang mana? lalu tibatiba ada yang tertawa di seberang lintasan kereta. Suaranya menggelegar memecah gendang doaku pada pagi ini.
Tangisku pecah. Aku? Tak punya bekal? hanya ada setali shalat Tarawih, sekeping tadarus, secuil receh shadaqah itupun kukumpul hanya sekedarnya.
Duhai Sang Masinis. Masihkah, ada tumpangan untukku? untuk menuju Kampung-Mu. Aku masih lapar. Aku masih haus. Mampukah aku pulang hanya dengan sekerat harap.
Bdg, 28 Ramadhan 1431 H
Tidak ada komentar:
Posting Komentar