Bertahun aku selalu membuat sesajen
dalam wadah yang bernama tempayan rindu
kususun gelasgelas berisi tujuh aroma rasa;
suka,
benci,
sesak,
harap,
cemas,
lelah,
sayang
kumantrai dengan bahasa degup jantung jika bersitatap
kuhabiskan waktu hanya untuk memuja dan merindu
tak peduli kata orang aku gila karena telah menyimpanmu dalam altar suci
asap harap mengepul menembus kepala dan dada
mengurai pengabdianku padamu
hingga membentuk sebuah puing kokoh bertuliskan sebuah nama
yang tak kan mungkin terhapus oleh kabut kedurhakaan manapun
tahukah, apa yang selama ini kupuja?
ia adalah sebuah puing tua yang nyatanya hanya berhala;
berhala yang telah menguras air mata menjadi awan hitam
yang setelah jatuh menjadi hujan mungkin (akan) membentuk jingga di warna pelangi
berhala yang telah mengeruk waktu hanya untuk mengukir ilusi di singgasana pelaminan maya.
by: Liz
Bandung, 24 Agustus 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar